Only people with link can see this page.
Portfolio
Made For:
Manual Jakarta
︎︎︎
INTERIOR:
Private Residence
Glosis
FOOD:
theSAFEHOUSE
Indomie (Advertising Assignment)
STILL LIFE & PRODUCT:
Erha (Advertising Product)
Pas de Fruit Aujourd'hui
Verse
Allure of Scent
PORTRAIT:
M.S Alwi (Artist)
Farhan Ali (DJ) @Mondo
Photo Essay:
Title: Melihat Kehidupan Seni Rupa Dalam Pasar Seni Ancol Era Pandemi Covid 19
Semenjak diresmikan oleh
Ali Sadikin (Gubernur DKI Jakarta pada saat itu) pada tahun 1975, Pasar Seni
Ancol resmi berdiri sebagai platform utama
para seniman lokal untuk mendorong semangat mereka dan aktif berkarya. Sejak
saat itu Pasar Seni menyita perhatian publik dan ramai dikunjungi sebagai
destinasi rereasi, karena tidak hanya seni lukisan yang menjadi pusat
perhatian, namun bisa menikmati pertunjukan seni tradisional, kontemporer dan
musik. Dengan adanya Pasar Seni, publik makin diyakinkan bahwa Indonesia
memiliki budaya dan tradisi yang sangat luas, hal itu mempengaruhi setiap
seniman dalam melihat sebuah persoalan atau realita dan menuangkan gagasan nya
pada sebuah karya. Secara kasat mata, dapat terlihat dari eksekusi akhir karya
seni di sana yang menunjukan keberagaman secara visual.
Di generasi sekarang ini,
konsep “pasar” dalam Pasar Seni menjadi bagian yang seharusnya dilestarikan
oleh publik bahwa ada unsur transparansi yang diperlukan dari pihak penjual
karya seni kepada publik. Dalam hal ini, seniman dan calon pembeli karya
terlibat langsung dalam diskusi yang mendalam tentang proses pembuatan karya,
makna karya secara personal, gagasan apa yang menjadi bahan bakar seniman
tersebut untuk berkarya, atau bahkan adanya tawar menawar harga. Publik
merasakan adanya eksklusivitas, ikatan personal dan rasa memiliki yang lebih
ketika membeli karya seni dari hasil transparansi tersebut, karena disitulah
esensi kehadiran Pasar Seni Ancol.
Menginjak tahun ke-2
pandemi covid 19 di Indonesia, mengakibatkan penurunan pengunjung yang
signifikan. Pengunjung kini sangat jarang menginjakan kaki lagi di sana,
ditambah suasana sepi dan tenang yang menyelimuti keseharian seniman yang
menetap disana. Workshop/ studio untuk mereka berkarya dan tempat tinggal tetap
dibuka untuk memamerkan karya mereka ke publik, namun mayoritas dari mereka
belum memutuskan untuk kembali ke Pasar Seni lagi karena situasi yang memaksa
mereka tinggal di kampung halamannya masing-masing. Masih ada harapan dari
mereka yang selalu optimis saat pandemi ini berlangsung. Pergi ke sana dan
membeli karya adalah alasan yang bijak untuk mendukung dan menjaga siklus ini berlangsung
sebagaimana mestinya.
Semenjak diresmikan oleh
Ali Sadikin (Gubernur DKI Jakarta pada saat itu) pada tahun 1975, Pasar Seni
Ancol resmi berdiri sebagai platform utama
para seniman lokal untuk mendorong semangat mereka dan aktif berkarya. Sejak
saat itu Pasar Seni menyita perhatian publik dan ramai dikunjungi sebagai
destinasi rereasi, karena tidak hanya seni lukisan yang menjadi pusat
perhatian, namun bisa menikmati pertunjukan seni tradisional, kontemporer dan
musik. Dengan adanya Pasar Seni, publik makin diyakinkan bahwa Indonesia
memiliki budaya dan tradisi yang sangat luas, hal itu mempengaruhi setiap
seniman dalam melihat sebuah persoalan atau realita dan menuangkan gagasan nya
pada sebuah karya. Secara kasat mata, dapat terlihat dari eksekusi akhir karya
seni di sana yang menunjukan keberagaman secara visual.
Di generasi sekarang ini,
konsep “pasar” dalam Pasar Seni menjadi bagian yang seharusnya dilestarikan
oleh publik bahwa ada unsur transparansi yang diperlukan dari pihak penjual
karya seni kepada publik. Dalam hal ini, seniman dan calon pembeli karya
terlibat langsung dalam diskusi yang mendalam tentang proses pembuatan karya,
makna karya secara personal, gagasan apa yang menjadi bahan bakar seniman
tersebut untuk berkarya, atau bahkan adanya tawar menawar harga. Publik
merasakan adanya eksklusivitas, ikatan personal dan rasa memiliki yang lebih
ketika membeli karya seni dari hasil transparansi tersebut, karena disitulah
esensi kehadiran Pasar Seni Ancol.
Menginjak tahun ke-2
pandemi covid 19 di Indonesia, mengakibatkan penurunan pengunjung yang
signifikan. Pengunjung kini sangat jarang menginjakan kaki lagi di sana,
ditambah suasana sepi dan tenang yang menyelimuti keseharian seniman yang
menetap disana. Workshop/ studio untuk mereka berkarya dan tempat tinggal tetap
dibuka untuk memamerkan karya mereka ke publik, namun mayoritas dari mereka
belum memutuskan untuk kembali ke Pasar Seni lagi karena situasi yang memaksa
mereka tinggal di kampung halamannya masing-masing. Masih ada harapan dari
mereka yang selalu optimis saat pandemi ini berlangsung. Pergi ke sana dan
membeli karya adalah alasan yang bijak untuk mendukung dan menjaga siklus ini berlangsung
sebagaimana mestinya.
︎ info@haryobimo.com
︎ Back to main website
Only people with link can view this page.